logo

Senin, 18 Maret 2019

Strategi Kotor Kubu 02 Gembosi KPU

Strategi Kotor Kubu 02 Gembosi KPU


Pilpres 2019 tinggal satu setengah bulan lagi. Adu strategi kedua kubu paslon kian tampak frontal. Terakhir, wacana audit IT KPU gentar diloncarkan oleh kubu 02. Menurut versi kubu Prabowo, Tim Khusus mereka menemukan ada 8.145.713 pemilih ganda yang tercatat di sistem KPU. Amien Rais dan Fadli Zon adalah dua tokoh yang sangat getol mendorong adanya audit forensic IT KPU. Sekjen KPU Arief Rahman Hakim mengatakan Amien Rais yang sempat hadir dalam pertemuan dengan KPU menitip pesan agar KPU melakukan audit forensik IT. Apabila hasilnya tidak bersih, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disebut akan mundur dari Pilpres 2019. Strategi ini dinilai kritis,bagus dan mendorong adanya pemilu yang bersih. Namun, bisa saja ini bagian dari strategi kotor. Mengapa?

Jika dilist, ada banyak strategi kotor yang dimainkan oleh Kubu Prabowo demi mendongkel wewenang KPU; hoax 7 kontainer yang tercoblos, DPT WNA, kisi-kisi dalam pilpres, sistem IT KPU diretas, adanya pemilih bodong di Jawa Tengah-Jawa Timur dan pertemuan-pertemuan KPU dengan tim paslon 01 yang dinilai mendikte serta melobi keputusan KPU. Narasi besar yang hendaj dimainkan oleh kubu Prabowo adalah meletakkan mereka pada kubu yang dicurangi, sehingga hasil pilpres menaikkan image dan elektabilitas Prabowo yang sejatinya sudah dicap buruk oleh masyarakat. Keburukan yang menghinggap di kubu Prabowo saat ini, seperti penebar hoax, memainkan isu agama, mendukung Islam Radikal akan terhapus dengan sendirinya jika nanti mampu menciptakan opini bahwa KPU dan Pilpres 2019 curang dan dimanipulasi Jokowi.            

Pertama, hal tersebut adalah bagian dari membangun frame dan menggiring opini bahwa Pemilu kali ini akan berjalan curang dan kecurangan itu dilakukan oleh pemerintahan Jokowi, juga aparat penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu. Hoax 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos adalah salah satu permulaannya. Selanjutnya, isu masuknya WNA yang mempunyai hak pilih meskipun sudah dihapus oleh KPU. Berkaitan dengan WNA, KPU telah menghapus 103 DPT WNA. Sedangkan WNA yang memiliki E-KTP, tidak akan masuk DPT dan memilih di Pemilu 2019. Garis besar yang hendak ditampilkan kubu Prabowo adalah bahwa pemilu kali ini sudah dimanipulasi dan disetting sedemikian rupa oleh Pemerintah Jokowi.

Kedua, kalau berita ini masif dan dipercaya oleh masyarakat, maka bisa jadi orang tidak akan datang ke TPS untuk memilih. Atau setidaknya sebagian orang tidak akan memilih. Karena dibangun ketakutan-ketakutan yang ada dalam dirinya. Kondisi ini mungkin saja bisa dimanfaatkan oleh kubu Prabowo memasukkan ‘pemilih gelap’ di pilpres nanti. Hal ini bisa dikuatkan dengan himbauan yang diserukan oleh kelompok-kelompok pendukung paslon 02 bahwa pada 17 April 2019 akan diadakan shalat subuh berjamaah dan diakhiri dengan datang mengawasi pencoblosan di TPS. Kedatangan massa yang ramai (himbauan dari Al-Khattath, Sekjend FUI) bisa diartikan sebagai tindakan provokatif dan intimidasi bagi pemilih. Mungkin saja, kesempatan ini akan digunakan untuk mendorong pemilih mencoblos 02 atau memanfaatkan ketidakhadiran pemilih (menggantikan).

Ketiga, Prabowo ingin mengatakan bahwa kalau nanti dia kalah, dia kalah karena paslon 01 curang menggunakan segala cara. Ending dari strategi kotor ini adalah menciptakan image bahwa jika Prabowo kalah, ia kalah secara ksatria karena dibohongi. Sebaliknya, jika menang, kubu Prabowo akan menilai jika pemilu kali berjalan aman, bersih, jujur, sesuai keinginan rakyat, berkat kerja keras umat Islam dan cenderung mengaitkannya dengan pilpres 2014. Bahwa, kemenangan Jokowi di 2014 adalah karena kecurangan KPU dan elite-elite pemerintahan.

PERHATIAN:Artikel ini diterbitkan berdasarkan fakta baik di sosial media maupun di lapangan